PURWAKARTA – Sejumlah sekolah swasta di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, terancam tutup akibat sulitnya mendapat calon siswa baru dalam seleksi penerimaan murid baru (SPMB) tahun 2025.
Kondisi ini diduga dipicu oleh kebijakan Gubernur Jawa Barat yang mengizinkan sekolah negeri menambah kuota siswa per rombongan belajar dari sebelumnya hanya 36 siswa kini menjadi 50 siswa.
Menjelang tahun ajaran baru, kini kekhawatiran semakin dirasakan oleh para pengelola sekolah swasta. Salah satunya adalah SMK Farmasi Yasri Purwakarta, yang hingga saat ini baru menerima 14 siswa untuk dua program studi.
Pihak sekolah mengaku cemas, apabila kondisi ini terus berlanjut, maka nasib guru dan staf pengajar akan terancam karena sekolah kemungkinan tidak lagi dapat beroperasi.
“Saya berharap sekolah negeri tidak terlalu banyak menerima siswa, mengingat sekolah swasta akan jadi bumerang bagi siswanya. Kalau seperti ini sekolah swasta bisa merosot akibat tidak ada siswa, para guru harus digaji dan ketika tidak ada siswa dikhawatirkan terjadinya pengangguran,” jelas Ketua Dewan Pembina Yayasan Yasri Agus Muharam, kepada awak media, Selasa (8/7/2025).
Selain SMK Farmasi Yasri, kondisi yang sama juga dialami SMK Bina Budi yang berlokasi di Kelurahan Nagri Kaler, Kabupaten Purwakarta. Tahun 2025, sekolah ini hanya menerima tujuh siswa baru. Jumlah yang sangat menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika sekolah masih mengelola hingga 10 kelas aktif.
Menurut Kepala SMK Bina Budi Aam Aminah, kebijakan penambahan kuota siswa di sekolah negeri sangat merugikan kelangsungan sekolah swasta.
“Semua ini mungkin dampak dari adanya kebijakan provinsi yang memperbolehkan SMK Negeri sampai 50 siswa per kelasnya. Kami biasanya aktif sampai 10 kelas, sekarang baru ada 3 kelas,” ujar Budi.
Ia menambahkan, saat ini pihak sekolah berupaya melakukan promosi agar jumlah siswa yang mendaftar bisa bertambah.
“Kami sekarang mungkin menyiasatinya dengan cara promosi di media sosial dan mendatangi langsung ke setiap sekolah menengah pertama (SMP),” tandasnya.
Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan, serta Keputusan BSKAP Nomor 071/H/M/2024 yang menetapkan jumlah maksimal siswa dalam satu kelas SMA/MA/SMK/MAK adalah 36 siswa.
Pemerintah juga diminta lebih memperhatikan nasib sekolah swasta, yang selama ini telah ikut berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sumber : Beritasatu.com