Gegara melaporkan dugaan korupsi dana zakat Rp 9,8 miliar dan dana hibah APBD Provinsi Jawa Barat Rp 3,5 miliar, seorang mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jabar, Tri Yanto malah ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat atas tuduhan membocorkan dokumen rahasia.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Heri Pramono menyebutkan status tersangka Yanto merupakan bentuk kriminalisasi bagi seorang whistleblower atau pelapor tindakan kejahatan.
“Ini merupakan kemunduran atas peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi di lembaga publik khususnya lembaga sosial yang menghimpun dana dari masyarakat berupa zakat, infak, hibah dan dana sosial,” ujar Heri, dilansir dari Tempo, Selasa ( 27/5/2025).
Kasus Yanto ini ditangani oleh Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Barat. Pada Senin 26 Mei 2025, Yanto diperiksa penyidik untuk pertama kalinya setelah berstatus sebagai tersangka.
Penyidik menjerat Yanto dengan tuduhan tindak pidana illegal access dan membocorkan dokumen rahasia yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 (1) dan (2) Undang-undang ITE).
Heri mengatakan, yang dilakukan Yanto sebagai seorang pelapor kasus korupsi tidak bisa dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata.
Pasalnya, proses pelaporan yang dilakukan Yanto masih dalam konteks membongkar praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
Bahkan, Yanto sempat melaporkan kasus dugaan korupsi dana zakat itu ke tim pengawas internal Baznas hingga ke Inspektorat Pemprov Jabar. Namun, pengaduan oleh Yanto tersebut berujung laporan polisi.
Petinggi Baznas melaporkan Yanto dengan tuduhan dugaan tindak pidana illegal access alias membocorkan rahasia.
“Bahkan, sebelum diadukan ke Polda Jabar, Tri Yanto juga telah mendapatkan tindakan sewenang-wenang yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Baznas Jabar dengan tanpa alasan yang jelas walau sudah berstatus karyawan tetap,” ujar Heri.
LBH Bandung menilai kasus ini menjadi bukti adanya kemunduran dari komitmen negara dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Baznas yang merupakan pengelola dana publik pun perlu diawasi, apalagi ketika mendapatkan dana hibah dari negara.
“Kami mendesak Baznas untuk segera mencabut laporan polisi terhadap Tri Yanto, dikarenakan menjadi alat kriminalisasi whistleblower dan menjadi preseden terciptanya chilling effect,” kata Heri.
Melalui keterangan tertulis, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyayangkan kasus hukum ini menimpa seorang whistleblower. SAFEnet menayatakan bahwa hal ini merupakan bentuk kriminalisasi atas kebebasan berekspresi dan partisipasi publik.
Hal ini merupakan bukti pasal-pasal karet di UU ITE seperti Pasal 32 ayat 1 dan 2 kerap dijadikan alat untuk membungkam publik.
“SAFEnet melihat, tren kriminalisasi atas kebebasan berekspresi dan partisipasi publik di ranah digital kini tidak lagi bersandar pada triumvirat pasal karet di UU ITE (pencemaran nama, ujaran kebencian, dan berita bohong),” tulis SAFEnet.
Sumber : Tempo