KARAWANG – Keberhasilan program pembangunan di Kabupaten Karawang yang saat ini gencar disosialisasikan tercoreng oleh munculnya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga tersebut mencatat ada 15 proyek pembangunan jalan dan jembatan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada Tahun 2024 tidak berkualitas.
Ke-15 proyek tersebut disebutkan mengalami kekurangan volume yang nilainya mencapai Rp2,47 miliar. Hal itu bahkan dibeberkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada Tahun 2024 BPK.
Berdasarkan data yang diterima awak media, proyek yang dinyatakan kekurangan volume pengerjaan adalah peningkatan jalan Jati-Kotabaru (Pelaksana: CV PP) dengan kekurangan volume Rp413.907.354,61 dari nilai kontrak senilai Rp11.808.458.000.
Kemudian, proyek peningkatan Jalan Pinayungan (Pelaksana: CV MS) dengan kekurangan volume mencapai Rp112.337.881,26 (dari nilai kontrak Rp8.104.571.000,-. Lalu, peningkatan Jalan Johar-Kodim (Pelaksana: CV NKU): Kekurangan volume mencapai Rp9.087.333,00 dari nilai kontrak Rp1.660.858.600,00.
Selain itu, peningkatan Jalan Rengasdengklok-Sungaibuntu (Pelaksana: CV AKW), kekurangan volume mencapai Rp407.477.728,14 dari nilai kontrak Rp3.118.400.000,00. Dan peningkatan Jalan Rengasdengklok-Sungaibuntu (Pelaksana: PT KPU), kekurangan volume mencapai Rp147.446.932,96 dari nilai kontrak Rp6.361.846.500,00.
Juga peningkatan Jalan Bedeng- Cikande (Pelaksana: CV PB) dengan kekurangan volume mencapai Rp13.334.440,24 dari nilai kontrak Rp4.198.861.000,00. Ditambah peningkatan Jalan Cilebar-Betokmati(Pelaksana: CV KTA), kekurangan volume mencapai Rp88.305.709,23 dari nilai kontrak Rp3.800.000.000,00.
Disebutkan pula, peningkatan Jalan Palumbon-Karasak (Pelaksana: CV SGT) dengan ekurangan volume mencapai Rp94.244.483,80 dari nilai kontrak Rp2.800.000.000,00. Peningkatan Jalan Telagasari-Turi (Pelaksana: CV RM), kekurangan volume mencapai Rp65.962.388,85 dari nilai kontrak Rp1.560.000.000,00. dan terdapat denda keterlambatan sebesar Rp7.635.593,96.
Peningkatan Jalan Pasirukem-Langensari(Pelaksana: CV SAB): Kekurangan volume mencapai Rp 274.530.073,23 dari nilai kontrak Rp 5.292.726.500,00. Peningkatan Jalan Solokan -Tanjungpakis (SOMPEK) (Pelaksana: CV SGT) kekurangan volume mencapai Rp 39.617.238,13 dari nilai kontrak Rp 1.759.550.000,00 dan terdapat denda keterlambatan sebesar Rp 3.340.721,77.
Peningkatan Jalan Batujaya-Segarjaya(Pelaksana: CV AG): Kekurangan volume mencapai Rp533.637.993,45 dari nilai kontrak Rp3.965.450.000,00. Ini adalah temuan kekurangan volume terbesar juga terdapat denda keterlambatan sebesar Rp810.000,00.
Peningkatan Jalan Tamelang-Jatisari (Pelaksana: CV KI): Kekurangan volume mencapai Rp80.101.978,09 dari nilai kontrak Rp9.338.976.600,00. Peningkatan Jembatan Cilebar- (Pelaksana: CV SS), kekurangan volume mencapai Rp140.619.512,73 dari nilai kontrak Rp11.397.897.200,00).
Terkahir, pembangunan Jembatan Ciselang (Konstruksi) (Pelaksana: CV AGM): Kekurangan volume mencapai Rp44.868.204,84 dari nilai kontrak Rp8.742.374.000,00.
Sekretaris Inspektorat Kabupaten Karawang Taopik Maulana membenarkan terkait temuan kekurangan volume pada 15 proyek jalan dan jembatan di Tahun 2014 tersebut. Menurutnya, Dia mengatakan para kontraktor 90 persen lebih telah melakukan pengembalian kelebihan dan denda kepada negara.
“Sudah 90 persen lebih pengembalian kelebihan dan dendanya,” kata Taopik.
Disebutkan pula, atas kekurangan volume pengerjaan itu, Bupati Karawang Aep Syaepuloh dipastikan sudah menegur para kontraktornya. Ada kemungkinan mereka (para kontraktor) bakal masuk daftar hitam (blacklist).
Terpisah, Amalia Sugiarto, ahli manajemen konstruksi dari Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) mengatakan, temuan BPK pada proyek jalan dan jembatan di Kabupaten Karawang merupakan indikasi serius dari potensi penurunan kinerja struktural dan umur layanan infrastruktur nantinya.
“Kekurangan volume pekerjaan berarti terdapat selisih antara volume fisik terpasang di lapangan dengan volume yang dibayarkan dalam kontrak,” ujar Amalia.
Dia menyebutkan, dampak dari hal itu terjadi pengurangan volume pada tebal lapisan pengerasan dari desain yang seharusnya. Akibatnya, kapasitas struktur jalan akan menurun, sementara penurunan kemampuan menanggung beban Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) di Karawang tergolong tinggi.
“Akibat lebih jauh, bakal menyebabkan lebih cepat terjadinya fatigue cracking, rutting (gelombang), dan penurunan elevasi dari yang direncanakan,” ucapnya.
“Dijelaskan, berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan No. 04/SE/Db/2017 Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, setiap pengurangan 1 cm tebal lapis perkerasan dapat menurunkan umur layanan hingga 8–12 persen.
Dia juga menjelaskan pengurangan volume berdampak langsung pada umur teknis (lifetime), Berdasarkan Permen PUPR No. 11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Jalan, desain umur rencana jalan di Indonesia umumnya untuk 10–20 tahun .
Jalan yang dirancang dengan umur rencana 20 tahun, karena pengurangan volume akan mengalami kerusakan berat lebih dini bahkan belum sampai 10 tahun perlu pembongkaran, sehingga membutuhkan intervensi dini yang tidak efisien secara ekonomi.
“Hal ini menurunkan nilai ekonomi aset publik dan menambah beban fiskal pemerintah daerah, terlebih proyek diambil dari APBN/APBD. Dalam konteks Life Cycle Cost Analysis (LCCA), kekurangan volume menyebabkan peningkatan total biaya siklus hidup hingga 30–40% karena kebutuhan perbaikan dini dibandingkan rencana,” kata dia.
Amalia menegaskan, pengurangan volume pekerjaan pada struktur jembatan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip rekayasa struktur dan standar keselamatan konstruksi.
Dia menjelaskan, volume beton dikurangi misalnya tebal pelat lantai jembatan, gelagar, atau abutment berkurang, maka momen inersia struktur menurun, yang menyebabkan peningkatan tegangan lentur dan penurunan faktor keamanan.
Hal itu dapat mempercepat retak awal (early cracking), deformasi berlebihan, dan pada jangka panjang menimbulkan keruntuhan struktural parsial. Jika terjadi pengurangan volume pada tulangan baja (rebar) atau pengaturan jarak tulangan yang tidak sesuai desain juga berdampak fatal, seperti kapasitas lentur dan geser struktur berkurang signifikan, serta risiko korosi meningkat karena cover beton yang terlalu tipis,” kata dia.
Kemudian kondisi tersebut memperpendek umur layan struktur, dimana durabilitas terhadap beban dinamis lalu lintas berat menjadi sangat rendah.
“Menurut SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan dan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung dan Jembatan, setiap elemen struktur harus memenuhi ketebalan minimum, mutu material, serta kapasitas rencana (design capacity) berdasarkan umur rencana desain biasanya 50–100 tahun untuk jembatan,” kata dia.
Selain itu, pengurangan volume tanpa penyesuaian desain merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip rekayasa struktur dapat dikategorikan sebagai cacat konstruksi (structural defect).
“Dari sisi keselamatan publik, konsekuensinya sangat serius. Jembatan dengan volume pekerjaan yang berkurang akan memiliki respon dinamis yang tidak sesuai, terutama saat menerima beban berulang dari kendaraan berat,” katanya.
“Dalam jangka menengah, ini bisa menimbulkan kerusakan fatik (fatigue damage) pada sambungan dan tumpuan. Jika tidak segera diperbaiki, jembatan dapat kehilangan fungsinya sebelum mencapai umur rencana, atau bahkan mengalami keruntuhan dini (premature failure),” ujar Amalia.***
Sumber : Pikiran Rakyat


