KARAWANG – Polres Karawang – Jawa Barat akhirnya mulai melakukan proses penyelidikan terhadap kasus dugaan rudapaksa atau pemerkosaan dengan terduga korban NA (19), seorang mahasiswi dan terduga pelaku AS (41), seorang guru ngaji yang merupakan pamannya sendiri.
Sebelumnya, aduan kasus ini dinyatakan tak bisa ditangani Polres Karawang, dengan alasan sudah ada proses Restorative Justice (perdamaian) di Polsek Majalaya. Namun karena kasusnya menjadi viral dan sorotan publik, akhirnya Kapolda Jawa Barat memberikan atensi agar kasusnya segera ditangani.
Pasalnya, berdasarkan Pasal 1 UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kasus seperti ini tidak boleh diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice.
Kamis (10/7/2025), terduga korban NA mulai dimintai keterangan oleh Penyidik Unit PPA Polres Karawang. Atas babak baru kasus ini, Kuasa Hukum NA yaitu Dr. M. Gary Gagarin Akbar SH.MH menyampaikan apresiasi kepada Polres Karawang.
“Kami selaku tim kuasa hukum memberikan apresiasi kepada Polres Karawang, karena sudah menangani perkara klien kami. Meskipun sebenarnya cukup terlambat,” tuturnya, Jumat (11/7/2025).
Namun kata Gary, pihaknya memberikan peringatan keras terhadap Polres Karawang melalui surat yang dikirimkan dengan Nomor: 270/LAW/VII/2025, perihal surat keberatan.
“Intinya kami selaku kuasa hukum sangat keberatan dengan pencantuman Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan sebagai dasar penanganan perkara,” kata Gary.
“Kami selaku kuasa hukum menilai pencantuman pasal perzinahan tidak sesuai dengan fakta hukum dan berpotensi menimbulkan persepsi keliru terhadap posisi korban, serta dikhawatirkan menggeser posisi korban seolah-olah sebagai pelaku zina,” timpalnya.
Terkait hal tersebut (pasal perzinahan, red), sambung Gary, sebenarnya sudah ada tanggapan secara langsung dari Pihak Polres Karawang, yang mana hal tersebut disebabkan berdasarkan aduan awal dari orang tua korban.
“Tapi kami menegaskan bahwa di awal orang tua korban tidak paham kategori dan klasifikasi apa peristiwa yang saat itu terjadi. Jadi seharusnya tetap menurut kami seharusnya jangan mencantumkan pasal 284 KUHP tersebut,” katanya.
“Kami menekankan pentingnya penerapan prinsip “victim-centered approach” sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/IV/2021. Pendekatan ini bertujuan agar korban tidak mengalami kembali trauma atau reviktimisasi selama proses hukum berlangsung,” timpal Gary.
Oleh karena itu, Gary mengaku akan terus mendorong agar Polres Karawang menerapkan pasal yang sesuai dengan fakta-fakta hukum, yang mana menurutnya pasal yang relevan adalah Pasal 286 KUHP jo. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Kami minta kepada Pak Kapolres beserta jajaran agar memastikan dan menjamin bahwa seluruh proses hukum dilakukan secara profesional, serta melindungi hak-hak korban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tuturnya.
Dari kasus ini, Gary menyoroti pentingnya kepekaan dan kehati-hatian aparat penegak hukum dalam menangani perkara kekerasan seksual, agar korban tidak kembali dirugikan akibat proses hukum yang keliru atau tidak berperspektif korban.
Selain itu, pihaknya juga sudah bersurat ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
“Di minggu depan kami juga akan bersurat resmi ke DPR RI dan bersurat ke Kapolri untuk meminta asistensi perkara ini,” tandasnya.***