KARAWANG – Buntut aksi demonstrasi menolak operasi pertambangan PT. Mas Putih Belitung (PT. MPB – anak perusahaan PT. Jui Shin Indonesia) di Karawang Selatan – Jawa Barat pada 17 April 2025 lalu, warga dan Kades Tamansari Kecamatan Pangkalan dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Kronologis Aksi Demonstrasi Warga
Ujang Nur Ali, warga yang menjadi koordinator demonstrasi menjelaskan, pada 16 Juli 2024 warga bersurat ke Plt Gubernur Jawa Barat meminta pembatalan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. MPB. Dan pada 27 September 2024, surat dijawab Pemprov melalui DPMPTSP Jabar yang menjelaskan bahwa izin pertambangan PT. MPB sudah sesuai perundang-undangan.
Kemudian, warga melamukan upaya Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Karawang pada 30 Desember 2024, yaitu dimana PT. MPB dan PT. Jui Shin Indonesua juga diundang tetapi tidak hadir.
“Saat itu pemangku kebijakan dari mulai camat dan kades, Perum Perhutani hadir. Saat itu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Karawang clear menolak pertambangan. Kemudian dijustifikasi surat Bupati akarawang pada 5 Pebruari 2025, jelas forum tata rung daerah juga menolak pertambangan,” tutur Ujang Nur Ali, saat konferensi pers di kantor LBH Cakra Indonesia, Rabu (13/8/2025).
Diceritakannya, langkah berikutnya warga melakukan RDP dengan Komisi IV DPRD Jabar. Saat itu dijelaskan persetujuan lingkungan pertambangan PT. MPB dibatalkan Pemda Karawang (membatalkan UKL-UPL). Dan pada tahun 2016-2017, PT. MPB mengggat Pemda Karawang, dan saat itu pemda menang.
“Kemudian MPB melakukan banding ke PTUN Jakarta, dalam banding itu MPB menang, tapi pemda konsisten menolak tambang dan melakukan Kasasi yang dimenangkan pemda. Ketidakpuasan MPB kemudian melakukan PK, PK itu dimenangkan pemda. Dan atas dasar surat pemda dan keputusan MA itu, jadi izin lingkungan dibatalkan,” papar Ujang Nur Ali.
Sekitar April 2025, Bupati Karawang H. Aep Syaepuloh mengeluarkan pernyataan agar Pemprov Jabar mengevaluasi pertambangan di Karawang Selatan. Saat itu akhirnya warga berembuk dan sepakat melakukan aksi demonstrasi damai di PT. MPB pada 17 April 2025.
“Di dalam aksi tersebut tidak bisa kami pungkiri ada ketidakpuasan massa, karena tidak ada perwakilan perusahaan yang menemui. Jumlah massa yang banyak tidak bisa dikontrol. Tapi kami koordinator aksi tidak pernah mengintruksikan melakukan pembakaran ban atau pengrusakan lainnya (pengrusakan gerbang dan pos security PT. MPB),” paparnya.
Warga dan Kades Diperiksa Bareskrim
Buntut dari aksi demonstrasi tersebut, Ujang Nur Ali menjelaskan, pada 28 Juli 2025 ia menrima surat panggilan dari Bareskrim Mabes Polri. Sebagai koordinator aksi demonstrasi, Ujang Nur Ali memenuhi panggilan Bareskrim pada 30 Juli 2025.
Selain dirinya, Ujang Nur Ali menjelaskan bahwa Kades Tamansari Ai Ratnaningsih juga dipanggil Bareskrim pada 4 Agustus 2025.
“Atas persoalan ini, akhirnya kami meminta bantuan (pendampingan hukum) ke LBH Karawang Selatan dan Cakra Indonesia,” paparnya.
LBH Sebut Laporan PT. MPB Bentuk Kriminalisasi dan Pembungkaman
Dadi Mulyadi SH, perwakilan dari LBH Karawang Selatan menjelaskan, warga dan kades dipolisikan PT. MPB dengan Pasal 170 KUHP atau 406 KUHP yang lebih ke persoalan ketertiban umum dan pengrusakan barang.
Dadi bependapat, laporan PT. MPB ke Bareskrim sebenarnya merupakan dugaan kasus peristiwa hukum ‘remeh temeh’ (pengrusakan pos security dan gerbang PT. MPB).
Laporan dugaan peristiwa hukumnya yang tidak dilaporkan dulu ke Polsek atau Polres setempat, Dadi menduga ada upaya teror hingga pembungkaman terhadap warga Karawang Selatan yang selama ini menolak pertambangan PT. MPB. Bahkan menurutnya ada motif politik juga.
“Berapa sih nilai kerugian pengrusakannya?. Kenapa laporannya langsung ke Mabes Polri?. Kenapa gak ditingkat Polsek atau Polres dulu,” tanya Dadi Mulyadi.
“Jadi kita melihat ada bentuk motif politik juga. Ada juga bentuk teror, intimidasi dan pembungkaman warga yang selama ini meolak penambangan PT. MPB,” tandasnya.***