BANDUNG – Litbang Kompas baru-baru ini merilis hasil survei mengenai bagaimana masyarakat Jawa Barat menilai berbagai kebijakan yang digagas Pemerintah Provinsi di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan.
Kajian ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan publik terkait sejumlah program prioritas maupun kebijakan yang dianggap kurang mendesak.
Dilansir kompas.com, Selasa (19/8/2025), dari temuan tersebut, terlihat bahwa tidak semua program berjalan mulus dalam hal penerimaan publik.
Misalnya, kebijakan larangan study tour bagi seluruh SMA dan SMK di Jabar mendapat reaksi beragam.
Sebanyak 27,3 persen warga menganggap aturan ini tidak relevan atau tidak penting, sedangkan 71,9 persen lainnya menilai kebijakan tersebut layak dipertahankan.
Kebijakan lain yang juga menimbulkan perdebatan adalah rencana mengaktifkan kembali jalur kereta peninggalan era kolonial Belanda. Dalam hal ini, 25,5 persen responden beranggapan program itu tidak penting.
Kebijakan pengaturan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB juga memunculkan respons serupa, di mana 31,4 persen responden menilai program tersebut tidak mendesak untuk dijalankan.
Sementara itu, pemangkasan anggaran hibah bagi pesantren dianggap tidak prioritas oleh 30,4 persen masyarakat yang disurvei.
Namun demikian, sebagian besar warga tetap menaruh perhatian tinggi pada program yang dianggap lebih menyentuh kebutuhan dasar.
Pembangunan ruang kelas baru (RKB) menempati posisi teratas sebagai program dengan dukungan paling besar, yakni 94,6 persen responden menilai penting atau bahkan sangat penting.
Dua program lain yang juga disambut luas adalah penyediaan listrik bagi keluarga miskin dengan tingkat persetujuan mencapai 97,6 persen, serta perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu) yang diapresiasi 97,9 persen responden.
Infrastruktur jalan di Jawa Barat pun masuk daftar prioritas warga, dengan 97,2 persen masyarakat mendukung keberlanjutannya.
Tak hanya itu, program penanganan anak-anak nakal melalui pembinaan khusus di lembaga militer atau institusi pendidikan juga menuai apresiasi, dengan 96,2 persen responden menyatakan penting.
Bahkan, langkah tegas berupa pembongkaran wahana pariwisata yang melanggar izin pun dipandang perlu oleh 86,5 persen masyarakat.
Survei ini dilaksanakan melalui metode wawancara tatap muka langsung oleh Litbang Kompas pada 1–5 Juli 2025. Jumlah responden mencapai 400 orang yang dipilih dengan teknik pencuplikan sistematis bertingkat di wilayah Jawa Barat.
Dengan tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error survei berada di kisaran +/- 4,9 persen dalam kondisi pengambilan sampel acak sederhana.
Meski demikian, masih dimungkinkan adanya potensi kesalahan di luar faktor pemilihan sampel. Seluruh kegiatan survei ini didanai sepenuhnya oleh Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara).***
Sumber : Kompas