KARAWANG – Karawang Budgeting Control (KBC) menyoroti langkah Pemkab Karawang yang melakukan pemangkasan berbagai kegiatan dengan alasan efisiensi anggaran menjelang akhir tahun 2025. Padahal, kondisi APBD Karawang masih dalam situasi normal dengan nilai mencapai lebih dari Rp 6 triliun sebelum kebijakan pemerintah pusat memangkas transfer dana daerah sebesar Rp 800 miliar yang dialihkan untuk mendukung program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG).
Direktur Eksekutif KBC, Ricky Mulyana menyatakan, bahwa langkah efisiensi seharusnya dilakukan dengan dasar kebijakan yang jelas dan berpihak pada rakyat, bukan sekadar memangkas kegiatan tanpa arah.
“Kita harus bertanya, efisiensi ini untuk apa?. Apakah ada proyek strategis besar yang harus didanai?. Apakah sedang terjadi situasi darurat kesehatan atau bencana?. Ataukah ini hanya cara halus untuk memperbesar SiLPA yang setiap tahun terus menumpuk di rekening pemerintah daerah,?” ujar Ricky Mulyana.
KBC menilai bahwa pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Purbaya yang menyebut banyaknya penyimpangan dana transfer pusat ke daerah, merupakan sinyal politik yang serius. Kedua pernyataan itu, bukan sekadar kritik, tetapi peringatan keras agar daerah berhati-hati dalam mengelola dana publik.
“Ini alarm kuat dari pusat. Pemerintah daerah harus sadar bahwa dana publik bukan alat politik, tapi tanggung jawab moral dan hukum. Efisiensi bukan berarti memangkas program rakyat, tapi justru memperkuat efektivitas pembangunan,” tegasnya.
Perampingan Organisasi Perangkat Daerah
Ricky juga menyoroti kebijakan perampingan OPD yang dilakukan Pemkab Karawang dengan dalih efisiensi dan optimalisasi kelembagaan.
Menurutnya, langkah tersebut bisa berdampak positif jika berorientasi pada peningkatan produktivitas dan pelayanan publik. Namun, jika dilakukan tanpa kajian mendalam dan hanya sebagai alat politik birokrasi, maka hal itu justru bisa menyuburkan ketidakefisienan baru dalam bentuk kekuasaan yang tersentralisasi.
“Perampingan bukan hanya soal struktur, tapi juga soal mental pelayanan. Jika yang dikorbankan adalah efektivitas birokrasi, masyarakat yang paling dirugikan,”kata Ricky.
Lebih lanjut, Ricky menegaskan bahwa politik anggaran sejatinya harus berpihak pada masyarakat. Efisiensi adalah instrumen untuk memperkuat pembangunan, bukan memperbesar saldo kas daerah.
Fenomena penumpukan SiLPA di Karawang dari tahun ke tahun menunjukkan lemahnya daya serap anggaran dan buruknya perencanaan program.
“APBD bukan tabungan, tapi amanah rakyat. Anggaran yang tidak terserap adalah bentuk kegagalan birokrasi dalam menghadirkan manfaat nyata. Jangan sampai dalih efisiensi justru menjadi kedok untuk melindungi ketidakmampuan dan kepentingan tertentu,” ujarnya
Sebagai lembaga kontrol publik, KBC menegaskan bahwa efisiensi anggaran hanya akan bermakna apabila dilakukan dengan akuntabilitas, transparansi, dan arah kebijakan yang jelas.
Efisiensi harus dimaknai sebagai pengalihan dari kegiatan tidak produktif ke kegiatan yang berdampak sosial tinggi, bukan sekadar pemangkasan administratif yang memperlebar jurang antara pemerintah dan rakyatnya.
“Kita mendukung efisiensi jika tujuannya memperkuat kesejahteraan. Tapi jika efisiensi hanya menambah SiLPA dan melemahkan daya guna APBD, itu bukan efisiensi,itu pemborosan dalam bentuk lain,” tutup Ricky.***