Adu Tarik Tambang Cellica vs Aep

Menyikapi polemik perijinan kepada PT. Mas Putih Beliung (MPB) untuk melakukan Eksploitasi / penambangan di wilayah Karawang Selatan, kami dari Ghazali Center memiliki beberapa analisa dan pendapat :

Di zaman modern, seiring perkembangan tekhnologi dan pemikiran manusia, Pembangunan di banyak tempat, seringkali menimbulkan Gesekan Peradaban antara kelompok moderat yang mengedepankan kemajuan produk tekhnologi dengan pecinta lingkungan yang mengkhawatirkan efek negatif dan kerusakan alam akibat proses pembangunan.

Data faktual menampilkan Populasi penduduk terus mengalami peningkatan tajam, yang berefek pada melonjaknya kebutuhan manusia terhadap tempat hunian (rumah), sandan pangan, lapangan pekerjaan, bahkan terhadap kebutuhan pendidikan dan hiburan.

Dalam upaya-upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, maka penyesuaian orientasi pembangunan menjadi layak dilakukan oleh Pengelola pemerintahan, meski terkadang mengandung resiko tidak populis dan mendapat penolakan dari beberapa pihak.

Ilustrasi sederhananya begini, banyak masyarkaat yang ingin memiliki tempat tinggal, sementara kemampuan finansial terbatas, maka pemerintah berkewajiban mencarri solusi berupa penyediaan perumahan bersubsidi yang lokasi lahannya, terkadang mengalih fungsikan dari zona pertanian dengan pertimbangan harga beli lahan lebih terjangkau dibanding harga tanah darat milik perseorangan.

Contoh lainnya, sejak beberapa dekade ke belakang, pembangunan infrastruktur, baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun pemerintah, pada proses kegiatannya selalu membutuhkan BBM, beton, aspal, dan produk-produk industri tambang lainnnya.

Berita Lainnya  Eks Pegawai Baznas Jabar Gunakan Dana Zakat untuk Biaya Kuliah Pribadi

Berarti pula dalam menyediakan bahan baku dan kebutuhan infrastruktur tersebut tidak bisa mengelak dari proses eksploitasi alam / penambangan.

Fenomena Paradoks ini yang mungkin dimaknai oleh para pecinta lingkungan sebagai kenyataan pahit.

Sangat berat kita menolak penambangan di seluruh wilayah NKRI, sementara pencapaian keberhasilan pembangunan fisik di negara kita salahsatunya diukur dari banyaknya sarana dan prasarana yang berbahan baku materialnya diperoleh dari kegiatan penambangan.

Terkait polemik pertambangan PT. MPB, kita tidak cukup mengkritisi Pemkab Karawang yang mengeluarkan rekomendasi ataupun Pemprov sebagai pihak penerbit ijin.

Sebaiknya publik menganalisa secara utuh menyeluruh hal ikhwal yang berkaitan dengan kasus tersebut. Perihal surat Pemkab Karawang yang ditandatangani Cellica di tahun 2020 dengan surat Aep Saepullah sebagai Bupati Karawang di tahun 2024 memang berlawanan sikap terkait ijin penambangan PT MPB.

Namun konsideran yang dipakai oleh kedua Petinggi tersebut sama-sama mengakui bahwa ada payung hukum yang mengatakan bahwa beberapa wilayah di karawang masuk dalam Delineasi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP).

Cellica mengutip KepMen ESDM tertanggal 13 Agustus 2016 dan Aep mneyadur Kepmen ESDM tahun 2022. Apalagi jika kita tarik ke belakang tentang Perda RTRW Kab. Karawang 2011-2031 menetapkan Kec. Pangkalan sebagai kawasan peruntukan Pertambangan yang memiliki potensi tambang.

Berita Lainnya  Bupati-Sekda Retak, Ghazali Center : Hanya Isu Murahan yang Dibuat Segelintir Orang

Dan patut dicatat tebal oleh semua pihak, bahwa Perda RTRW tersebut hingga saat ini belum mengalami pergantian atau pembaharuan. Justru malah jadi pertanyaan besar ketika Surat Bupati Aep dalam konsideran point (2) mengklaim nama FORUM PENATAAN RUANG KAB. KARAWANG. Maksudnya lembaga yang mana? Sejak kapan dibentuk dan siapa aja yang mengisi institusi tersebut?”.

Bersandar pada dokumen formal yang tersebar, kegiatan ekploitasi tambang PT MPB bisa dikatakan sudah sesuai mekanisme dan prosedur. Relatif tidak ada pelanggaran.

Pemerintah Kabupaten Karawang pun sudah berkali-kali mengajukan usulan untuk mempertahankan fungsi kawasan hutang lindung dan tidak mengijinkan kegiatan pertambangan di wilayah Karawang Selatan. Hal ini bisa kita cermati di dua Surat Bupati Cellica yang ditujukan kepada Gubermur Jabar pada April dan Oktober 2016, serta usulan terbatu Surat Bupati Aep Saepullah bulan februari 2024.

Namun kewenangan Pemkab hanya sekedar usulan, tidak menjadi penentu keputusan final. Bagaimanapun Karawang adalah bagian terintergrasi dari NKRI. Otonomi daerah tidaklah seperti kewenangan besar di negara-negara federal.

Pemerintah Pusat masih memiliki kebijakan/ kewenangan yang wajib dipatuhi oleh tingkatan pemerintahan dibawahnya. Ada banyak kepentingan dan program pusat menyangkut perubahan tata ruang yang bersifat mengiat sehingga Pemda, mesti manut dan melakukan penyesuaian-penyesuaian.

Berita Lainnya  Prabowo : Pihak Asing Biayai LSM untuk Adu Domba

Beberapa Proyek Strategi nasional (PSN) semisal jalur dan stasiun kereta cepat, rencana pelabuhan laut, bandar udara dan industri pengelola material penunjang pembangunan, yang mau tidak mau akan menggerus lahan produktif sehingga perlu dialih fungsi.

GC berharap polemik tentang ijin pertambangan PT MPB dijauhkan dari anasisr-anasir politis yang membenturkan Bupati saat ini dengan Bupati sebelumnya.

Sebab kedua sosok tersebut pernah bersanding mengurus Karawang di rezim sebelumnya. Tentu Aep Saepullah sebagai Wabup pendamping Cellica saat itu tidak bisa serta merta cuci tangan terhadap produk kebijakan dan langkah Bupati cellica sebagai pimpinan tertinggi Pemkab.

Dus, ada masukan serta keterlibatan aktif bawahan birokrat rezim Cellica yang hari ini juga menjadi bawahan dari Bupati Aep.

Patut diingat, dalam perlombaan ADU TARIK TAMBANG, pihak yang MAJU justru dinyatakan kalah, dan yang MUNDUR adalah pemenangnya.

Polemik ijin MPB berpotensi menjadi puting beliung yang menyasar ke banyak arah. Publik mesti bersabar menunggu sampai pertandingan benar-benar dinyatakan sudah selesai. Jangan melakukan selebrasi sebelum wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan.

Ditulis :
Lili Ghazali, Direktur Ghazali Center

Bagikan Artikel>>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *