PERNYATAAN Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka yang meminta Komisi Yudisial (KY) mengawal kasus sengketa lahan SMPN 1 Babakancikao menuai reaksi keras dari pihak penggugat, yakni ahli waris almarhum H. Kartim bin Saipan.
Rieke sebelumnya menyebut ada indikasi mafia tanah dan mafia hukum dalam kasus tersebut, serta berharap Mahkamah Agung (MA) memberi putusan seadil-adilnya.
Ia menegaskan bahwa kolaborasinya dengan KDM dan Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein (Om Zein) bukan untuk mengintervensi hukum, melainkan menyuarakan fakta yang ada.
Namun, pernyataan itu dinilai berat sebelah oleh pihak ahli waris.
”Katanya pembela rakyat, tapi yang didatangi hanya pihak pemerintah sebagai tergugat. Kami ini rakyat kecil yang sudah kehilangan hak atas tanah lebih dari 40 tahun,” ujar salah satu ahli waris, Kurnia Ragasukma kepada Tribunjabar.id, Kamis (16/10/2025).
Menurut Kurnia, narasi yang dibangun Rieke seolah-olah para penggugat yang merupakan 12 warga sepuh sedang menjadi bagian dari mafia tanah.
”Mendengar pernyataan itu kami sakit hati. Kami ini juga dulu pendukung Bu Rieke saat pileg. Harusnya beliau bisa datang melihat kami yang sudah tua renta ini, biar tahu jeritan kami mencari keadilan,” ucapnya.
Kurnia menilai pernyataan Rieke yang meminta KY turun tangan memeriksa hakim PN dan PT justru berpotensi menjadi bentuk intervensi terhadap independensi peradilan.
”Seolah punya kuasa mengancam hakim yang berusaha bebas dari tekanan kekuasaan. Kami hanya ingin keadilan sesuai aturan,” ujarnya.
Ia menegaskan, para ahli waris tetap menghormati proses hukum dan siap menerima putusan akhir di Mahkamah Agung.
”Bahkan kalau kami dimenangkan, kami akan menghibahkan sebagian tanah itu untuk kepentingan sekolah,” kata Kurnia.
Sementara itu, kuasa hukum ahli waris Imung Hardiman, menilai langkah Rieke kurang bijak karena belum memahami duduk perkara secara utuh.
”Pendapat atau dugaan boleh saja, tapi sebaiknya dipelajari dulu. Bu Rieke kan baru dapat masukan dari satu pihak. Alangkah baiknya beliau duduk bareng, memediasi kedua belah pihak,” ujar Imung.
Pandangan serupa disampaikan Ketua Umum Forum Masyarakat Purwakarta (Formata) Dedy Achadiat. Ia mengingatkan agar semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan di tingkat kasasi.
”Kalau lihat data, tanah itu atas nama H. Kartim bin Saipan. Penggugat juga ahli waris yang sudah dinyatakan menang oleh PN Purwakarta dan Pengadilan Tinggi Bandung,”
Menurut Dedy, tidak ada alasan untuk menyebut para penggugat sebagai mafia tanah, karena hingga kini kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Babakancikao tetap berjalan normal.
”Formata mengusulkan agar tergugat dan penggugat duduk satu meja, mencari solusi damai demi kepentingan masyarakat dan pendidikan,” ujarnya.
Diketahui, kasus sengketa lahan SMPN 1 Babakancikao bermula dari gugatan 12 ahli waris H. Kartim bin Saipan yang mengklaim kepemilikan sah atas lahan seluas 8.200 meter persegi.
Pada 10 Maret 2025, Pengadilan Negeri Purwakarta memenangkan pihak penggugat, dan keputusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 21 Mei 2025.
Kini, pihak tergugat tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk membatalkan vonis tersebut.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Sengketa Tanah di Purwakarta, Rieke Diah Pitaloka Indikasikan Ada Mafia Tanah, Penggugat Sakit Hati, https://jabar.tribunnews.com/jabar-region/1150921/sengketa-tanah-di-purwakarta-rieke-diah-pitaloka-indikasikan-ada-mafia-tanah-penggugat-sakit-hati.