KARAWANG – Kunjungan kerja pejabat Disnakertrans Karawang bersama Dewan Pengupahan ke Bali menuai sorotan publik.
Bagaimana tidak, kunker tersebut dilakukan ditengah efisiensi anggaran yang tengah gencar dilakukan Pemkab Karawang.
Belum terkonfirmasi ada berapa orang pejabat Disnakertrans dan anggota Dewan Pengupahan yang ikut kunker ke Bali, sebuah daerah yang lebih identik dengan destinasi wisata ketimbang tempat studi pemerintahan.
Namun yang pasti kegiatan kunker ini menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya dari praktisi hukum dan pengamat kebijakan, Asep Agustian, SH. MH.
Askun (sapaan akrab) menilai jika perjalanan dinas tersebut tidak mencerminkan kepekaan sosial terhadap kondisi daerah yang masih dihadapkan pada beragam persoalan ketenagakerjaan.
“Dengan kunjungan kerja Disnakertrans ke Bali ini, apa tujuannya mereka ke sana?. Apa yang akan didapat setelah pulang dari Bali?. Memangnya di Karawang ini tidak ada tempat yang layak untuk studi atau pelatihan?. Kalau tujuannya hanya untuk evaluasi kerja, di sini pun banyak lokasi yang bisa dimanfaatkan,” tutur Askun, saat dimintai tanggapan pada Senin (27/10/2025).
Menurutnya, di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan kondisi dunia kerja yang penuh tantangan, perjalanan dinas ke luar daerah terlebih ke destinasi wisata terkesan tidak bijak dan tidak tepat waktu.
Ia menilai, seharusnya Disnakertrans justru fokus menuntaskan berbagai persoalan yang masih menghimpit para pekerja dan buruh di Karawang.
Askun juga menyoroti sejumlah persoalan ketenagakerjaan yang hingga kini belum terselesaikan dengan baik. Mulai dari perselisihan hubungan industrial, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga isu pengupahan yang terus menjadi polemik tahunan antara buruh dan perusahaan.
“Masalah-masalah itu belum selesai. Banyak buruh yang mengadu, banyak perusahaan yang masih belum patuh terhadap aturan upah minimum, dan konflik industrial masih sering terjadi. Dalam situasi seperti ini, kok malah berangkat ke Bali? Ini kan ironis,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kunjungan semacam itu seharusnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar formalitas kegiatan atau ajang rekreasi berbalut tugas kedinasan.
Sebelumnya, Bupati Karawang telah menegaskan pentingnya efisiensi penggunaan anggaran daerah di tengah keterbatasan fiskal yang dihadapi pemerintah. Namun, tindakan Disnakertrans ini justru dinilai bertolak belakang dengan semangat penghematan tersebut.
Sejumlah aktivis masyarakat bahkan menilai kegiatan semacam ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah, terutama jika tidak ada hasil konkret atau laporan transparan terkait tujuan serta output kunjungan tersebut.
“Kalau memang alasan kunjungan kerja adalah untuk meningkatkan kompetensi atau mencari referensi kebijakan, masyarakat berhak tahu hasilnya apa. Jangan sampai setelah kembali ke Karawang, tidak ada perubahan apa pun yang dirasakan oleh para pekerja,” tambah Askun.
Kritik dari publik kini semakin menguat, terlebih di tengah banyaknya keluhan dari pekerja pabrik yang masih bergulat dengan ketidakpastian upah dan lapangan kerja.
Masyarakat pun mendesak agar Disnakertrans Karawang membuka secara terbuka tujuan, agenda, dan hasil dari kunjungan ke Bali tersebut.
“Sekarang ini zaman transparansi. Masyarakat mudah mendapatkan informasi. Jadi jangan anggap publik tidak tahu atau tidak peduli. Pemerintah harus lebih berhati-hati dan sensitif terhadap kondisi sosial,” tutup Askun.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Disnakertrans Kabupaten Karawang belum memberikan keterangan resmi terkait tujuan dan hasil kunjungan kerja ke Bali tersebut.
Publik pun menanti klarifikasi yang diharapkan bisa menjawab berbagai pertanyaan serta kecurigaan yang beredar di masyarakat.
Kunjungan kerja dinas sejatinya merupakan bagian dari upaya peningkatan kapasitas aparatur. Namun, ketika dilaksanakan di tengah kondisi ekonomi sulit dan di tempat yang lebih dikenal sebagai lokasi wisata, publik tentu akan mempertanyakan urgensi dan manfaatnya.
Kini, semua mata tertuju pada Disnakertrans Karawang apakah kegiatan tersebut benar-benar membawa hasil nyata, atau justru menjadi contoh buruk dari rendahnya kepekaan birokrasi terhadap realitas sosial yang dihadapi rakyatnya.***


 
                                    