Banyak Ormas Kebablasan, Mendagri Buka Peluang Revisi UU Ormas

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah bertindak kebablasan.
Oleh karenanya, ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan mereka.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Diantaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
Salah satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan. Menurutnya, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
Ia menambahkan, ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul. Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan.
“Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
Namun dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
“Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
Kendati demikian, Tito mengatakan langkah revisi tetap harus mengikuti prosedur legislasi yang melibatkan DPR RI sebagai pemegang kewenangan.
“Nantinya kalau ada usulan dari pemerintah, ya diserahkan ke DPR. DPR yang membahas dan memutuskan,” jelas Tito.
Untuk itu, dirinya mengingatkan pentingnya penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan, baik oleh individu maupun institusi.
Ia mencontohkan kasus pembakaran mobil polisi sebagai bentuk tindakan pidana yang harus diproses sesuai hukum.
“Kalau pidana ya otomatis harus ditindak. Proses pidana. Harus tegakkan hukum supaya stabilitas keamanan dijaga,” pungkasnya.
Premanisme berkedok ormas menjadi sorotan Komisi III DPR. Sebab dalam beberapa waktu terakhir, terdapat dua kasus yang melibatkan ormas.
Pertama adalah pernyataan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno yang menyebut ormas mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat.
Kedua adalah pembakaran mobil polisi oleh empat anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.
Sumber : Kompas