KARAWANG – Polemik kepengurusan masjid Agung atau Masjid Syech Quro Karawang kembali mencuat. Persoalan ini kembali muncul setelah Kasie Bina Islam Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Karawang, Chasmita mengeluarkan pernyataan di media massa, jika SK DKM Masjid dibawah kepemimpinan KH. Ujang Mashuri ilegal atau tidak sah, karena SK sudah dicabut oleh DMI Provinsi Jawa Barat.
Dewan Penasehat DKM Masjid Agung Karawang, H. Asep Agustian, SH. MH mengaku sangat menyesalkan pernyataan pejabat Kemenag yang membuat gaduh dan menimbulkan keresahan di kalangan jamaah Masjid Agung.
Sehingga ia menegaskan agar pernyataan Casmita bisa dipertanggungjawabkan dengan cara menunjukan SK pembatalan/pencabutan kepengurusan DKM Masjid Agung dari Pengurus Wilayah (PW) DMI Jawa Barat.
Karena ditegaskannya, ia mengaku sudah berkomunikasi dengan PW DMI Jabar yang menyatakan tidak pernah mencabut atau membatalkan SK kepengurusan DKM Masjid Agung yang diterbitkan pada 22 Februari 2025.
“Emang ada SK barunya?. Emang ada SK pencabutannya?. Saya minta Casmita mempertanggungjawabkan pernyataanya di media massa yang membuat gaduh para jamaah Masjid Agung ini,” tuturnya, Jumat (17/10/2025).
Disindir Asep Agustian, sebagai pejabat seharusnya Casmita mengerti hukum, jika pencabutan atau SK DKM Masjid Agung harus melalui proses gugatan di pengadilan.
“Casmita seharusnya bisa menetralisir suasana, bukan malah menambah gaduh dan akhirnya membuat kecemasan di kalangan jamaah Masjid Agung. Jangan asal ngomong SK DKM Masjid Agung tidak sah. Emang dia hakim pengadilan yang bisa memvonis?,” katanya.
Kepengurusan Masjid Agung Tandingan
Asep Agustian juga menyingung beberapa pihak yang tidak suka dengan kepengurusan DKM Masjid Agung. Ia mempersilahkan kepada pihak-pihak tersebut untuk melakukan gugatan ke pengadilan.
“Saya akan menerima jika keputusannya dari pengadilan. Seharunya kalau mereka mau masuk kepengurusan, ya tinggal ngomong baik-baik saja. Kenapa harus membuat kepengurusan tandingan. Kok masjid dipolitisir dan dibuat tandingan. Ingat, masjid itu bukan arena gengsi. Ini tempat orang beribadah,” katanya.
Apakah Kemenag Berafiliasi?
Disinggung apakah Casmita diduga berafiliasi terhadap pihak-pihak yang membuat kepengurusan Masjid Agung tandingan?, menjawab pertanyaan ini Asep Agustian menegaskan tidak ingin menduga-duga.
Tetapi yang jelas pernyataan Casmita telah membuat gaduh dan membuat ketidaknyamanan jamaah Masjid Agung.
“Saya tidak tahu itu. Tetapi kenapa dia berani sekali ngomong seperti itu (SK DKM Masjid Agung tidak sah). Padahal seharusnya seorang pejabat itu bisa menetralisir suasana. Apalagi di dalam SK DKM Masjid Agung ada nama Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh sebagai Pembina Masjid Agung,” katanya.
“Tapi yang pasti kalau seperti ini, pernyataan Casmita jelas terkesan mengadu domba jamaah, membuat gaduh umat. Mengganggu ketenangan dan kenyamaan jamaah. Karena nanti muncul riak-riak orang bertanya ada apa dengan Masjid Agung,” tandanya.
Pernyataan Lengkap Casmita yang Membuat Gaduh Jamaah
Dilansir dari Onedigienews.com, Kasie Bina Islam Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Karawang, Chasmita, menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) kepengurusan DKM yang dikeluarkan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Barat adalah ilegal atau tidak sah.
Menurut Chasmita, SK yang menunjuk KH. Ujang Mashuri sebagai ketua DKM tersebut bahkan telah dibatalkan atau ditarik oleh DMI Provinsi Jawa Barat sendiri.
Penegasan ini muncul menyusul keluhan dari sejumlah jamaah masjid agung terkait adanya kepengurusan ketua DKM yang lain, padahal menurut mereka KH. Ujang Masruri adalah ketua DKM yang sah berdasarkan SK DMI.
Menanggapi hal itu, Chasmita menjelaskan bahwa persoalan ini bermula setelah masa kepengurusan DKM yang lama habis, yang menyebabkan kekosongan atau jeda yang cukup lama. Kondisi ini menimbulkan kebingungan di kalangan jamaah, khususnya para pengurus masjid.
Menyikapi situasi tersebut, tokoh agama dan masyarakat setempat membentuk kepanitiaan dan mengajukan usulan nama-nama calon pengurus DKM Masjid Agung yang baru, termasuk ketua, sekretaris, dan bendahara, kepada Kantor Kemenag Karawang.
Kemenag Karawang kemudian menindaklanjuti usulan tersebut dengan melayangkan surat rekomendasi kepada Bupati Karawang, Aep Syaepuloh, mengingat Masjid Agung merupakan masjid yang kewenangannya berada di bawah naungan pemerintah daerah. Bupati kemudian menunjuk ketua DKM Masjid Agung yang baru dan mengeluarkan SK bupati yang menetapkan kepengurusan baru DKM Masjid Agung.
“Jadi kewajiban kami hanya menerima aspirasi dari jamaah kemudian menerbitkan surat rekomendasi,” ujar Chasmita, Kamis (16/10/2025).
Bupati Karawang mengeluarkan dua surat keputusan, yaitu SK penetapan status Masjid Agung sebagai Masjid Kabupaten dan SK pengesahan susunan pengurus DKM Masjid Agung.
Chasmita menambahkan bahwa dalam masa kekosongan kepengurusan DKM Masjid Agung, DMI Provinsi Jawa Barat sempat membentuk DKM sementara (demisioner). Namun, secara regulasi, kepengurusan DKM ini dianggap tidak sah.
“Memang DMI itu perhatiannya ke masjid. Tapi DMI adalah lembaga independen yang tidak punya kewenangan secara regulasi mengeluarkan SK,” jelasnya.
Chasmita juga mengungkapkan bahwa sebelum SK Bupati dikeluarkan, DMI telah mengakui kesalahannya dan menarik SK yang dikeluarkan sebelumnya.
Ia menyayangkan, panitia bentukan DMI yang seharusnya sejak awal berkoordinasi dengan Kemenag terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan.
“Tentu kalau mereka datang ke kami, pasti kami beri saran dan masukan, harus seperti apa tahapannya,” pungkasnya.***