BANDUNG – Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat, Pipik Taufik Ismail, S.Sos mengingatkan Pemprov Jabar terkait pentingnya komitmen pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu hak dasar masyarakat.
Meskipun tunggakan BPJS Kesehatan Rp 335 miliar pemrov terjadi pada pemerintahan sebelumnya (Gubernur Ridwan Kamil, red), tetapi Kang Pipik menegaskan, jangan sampai ke depan pos anggaran kesehatan masyarakat kembali dialihkan untuk pos anggaran lain.
Terlebih, komitmen pelayanan masyarakat ini sudah tertuang di dalam Pergub Jabar Nomor 41 tahun 2021, tentang Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Daerah.
“Ke depan Pemprov Jabar harus lebih komitmen untuk pembiayaan jaminan kesehatan daerah. Jangan sampai hak kebutuhan dasar masyarakat terganggu oleh pos anggaran lain,” tutur Kang Pipik, Selasa (1/7/2025).
Disampaikan Kang Pipik, sebenarnya APBD Jawa Barat Tahun 2024 tercatat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) hingga Rp 1,75 triliun. Namun ia juga mengaku kurang begitu hapal bagaimana sampai terjadi utang BPJS Kesehatan Rp 335 miliar.
“Saya mengharapkan jangan sampai kedepan adalagi gagal bayar (hutang) ke BPJS kesehatan. Karena kita sudah komitmen untuk membantu kesehatan masyarakat dengan menerbitkan Pergub tersebut,” timpal politisi PDI Perjuangan ini.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat, Dedi Mulyadi  mengungkapkan nilai tunggakan Pemprov Jabar untuk iuran BPJS Kesehatan kini di posisi sekitar Rp335 miliar.
Dedi Mulyadi menjelaskan, utang Jabar pada BPJS Kesehatan ini adalah dari sisa pembayaran atau kurang salur untuk tagihan peserta yang diusulkan oleh kabupaten/kota pada 2023 dan 2024.
Sementara untuk 2025 dipastikan tidak ada tunggakan karena telah dianggarkan sejak awal.
Dedi membenarkan bahwa adanya tunggakan ini salah satunya karena kurangnya pembiayaan Pilkada 2024, sehingga harus diambil dari pos anggaran untuk BPJS Kesehatan.
Tapi di sisi lain, dia juga menyinggung belanja Provinsi Jawa Barat yang membengkak khususnya dari pos anggaran hibah juga menjadi penyebab hal ini bisa terjadi.
“Kan dana pilkada itu kita harus bayar dana cadangan untuk Pilkada kalau tidak salah Rp1 triliun, nah mungkin kekurangan jadi diambil dari situ salah satunya. Memang keduanya prioritas. Ini belanjanya terlalu banyak, harusnya tidak ada hibah tapi hibahnya tetap besar,” ucapnya, dilansir dari Antara.
Untuk pembayaran kewajiban ini, kata Dedi, kemungkinan akan mulai dibayarkan tahun 2025 ini lewat dana yang tengah disiapkan di APBD Perubahan.
Sumber dananya, diproyeksikan dari pendapatan yang diproyeksikan bertambah sampai 40 persen akibat kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor.
Kemudian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun 2024 dengan nilai Rp1,7 triliun dan yang bisa digunakan sebesar Rp360 miliar setelah dipotong kewajiban seperti Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan kewajiban lainnya ke pemerintah pusat.***