OMBUDSMAN Republik Indonesia menilai pemerintah perlu strategi dan taktik untuk bisa menghentikan eskalasi demo. Menurut Ombudsman, pendekatan militerisme tidak ampuh dan justru malah menimbulkan gejolak massa yang semakin membesar.
Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengatakan penggunaan kekuatan berlebih, penangkapan massal, hingga jatuhnya korban luka dan meninggal dunia berpotensi melanggar hak konstitusional bahkan hak asasi warga negara. Alih-alih memperbaiki situasi, justru akan semakin memperkeruh keadaan.
“Negara tidak boleh abai, pelayanan publik adalah hak setiap warga negara. Transparansi, empati, dan penghormatan HAM dalam setiap proses pemenuhan hak atas pelayanan publik merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan kepada negara,” kata Johanes melalui keterangan persnya yang diterima Tempo, Senin, 1 September 2025.
Menurut Ombudsman, tindakan represif aparat merupakan cermin kegagalan negara dalam memberikan pelayanan rasa aman bagi rakyat yang sedang menggunakan hak konstitusionalnya untuk bersuara dan berekspresi.
“Tindakan represif aparat dalam penanganan aksi massa serta sikap DPR terkait kenaikan tunjangan sebagai bentuk dugaan maladministrasi serius,” ujar Johanes.
Daripada menggunakan kekuatan berlebih, kata dia, pemerintah seharusnya berbenah dan meyakinkan masyarakat untuk menjalankan pemerintah secara transparan, jujur dan berkeadilan.
Ia menyarankan pemerintan melakukan tindakan korektif yang tegas terhadap manajemen pelayanan kepolisian serta melakukan evaluasi menyeluruh atas kepemimpinan Polri.
“Sikapi secara arif dan bijaksana dengan mengambil langkah korektif yang tegas terhadap manajemen pelayanan kepolisian, hentikan tindakan represif di lapangan, sampaikan informasi secara transparan mengenai proses hukum terhadap terduga pelaku yang mengakibatkan Affan Kurniawan meninggal dunia,” kata Johanes.
Selanjutnya, kata Johanes, pemerintah melalui presiden Prabowo Subianto juga bisa meninjau ulang kebijakan besaran gaji, tunjangan, dan fasilitas keuangan lainnya, termasuk subsidi pajak penghasilan bagi anggota dan pimpinan DPR, dengan mempertimbangkan kondisi fiskal negara, kepatutan, dan rasa keadilan publik.
“Lakukan dialog nasional dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk mendengarkan masukan demi perbaikan praktik berbangsa dan bernegara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Johanes.
Sementara itu, kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ombudsman meminta agar segera membuka secara transparan informasi mengenai penghasilan, tunjangan, dan fasilitas keuangan lainnya bagi anggota dan pimpinan DPR RI.
“Sampaikan permintaan maaf resmi serta memperbaiki etika komunikasi publik yang selama ini melukai aspirasi rakyat,” katanya.
Ia juga meminta DPR menyuusun mekanisme partisipasi publik dalam setiap pembahasan dan pengambilan keputusan berdampak luas, baik melalui konsultasi publik, dengar pendapat, maupun pemanfaatan teknologi digital untuk keterbukaan informasi.***
Sumber : Tempo