Berawal dari persoalannketidakramahan pelayanan pengelolaan parkir di Jalan Tuparev Karawang – Jawa Barat, kini mulai mengarah ke dugaan laporan fiktif retribusi parkir yang dikelola Dishub Karawang.
Diketahui, berdasarkan data BPK RI perwakilan Jawa Barat, piutang retribusi parkir tahun 2017-2023 yang dikelola Dishub Karawang mencapai Rp 1,6 miliar lebih.
Yaitu dengan rincian piutang retribusi parkir umum Rp 1,3 miliar lebih dan piutang retribusi parkir khusus Rp 300 juta lebih.
Dan data ini belum termasuk piutang retribusi parkir 2024-2025 yang juga belum terbayarkan.
Menyikapi persoalan ini, Direktur LBH Arya Mandalika, Hendra Supriatna mengatakan, selama ini ada dugaan laporan fiktif retribusi parkir yang dikelola Dishub Karawang yang sudah menjadi rahasia umum.
Yaitu dimana ada dugaan dua laporan retribusi parkir yang dikelola Dishub Karawang. Satu data laporan rill untuk internal Dishub, dan satu laporan fiktir untuk eksternal (untuk disetorkan ke Kas Daerah).
“Kenapa saya bisa ngomong begitu?. Karena saya pernah diskusi langsung dengan salah satu pejabat Dishub,” ujarnya, kepada Redaksi Opiniplus.com.
Menurut Hendra, tidak pernah ada evaluasi menyeluruh mengenai pengelolaan dan retribusi parkir Dishub Karawang. Sehingga pihak ketiga si pengelola parkir selalu dibuat nyaman.
“Kenapa tidak pernah ada protes, karena masing-masing merasa nyaman. Karena masing-masing tahu bobroknya (Dishub dan pengelola parkir),” katanya.
Hendra juga menyoroti persoalan ‘kartelisasi pengelolaan parkir’ di Karawang. Yaitu dimana pihak ketiga yang mendapat jatah pengelolaan parkir adalah hanya mereka yang memiliki akses khusus ke oknum pejabat maupun politisi.
Baik itu untuk pengelolaan parkir di jalan umum, maupun parkir di kantor-kantor dinas atau BUMD milik pemerintah daerah.
“Ya betul, sehingga mereka yang mendapatkan jatah pengelolaan parkir hanya perusahaan-perusahaan itu saja. Bisa dibiliang, ya kartelisasi atau monopoli pengelolaan parkir,” tandasnya.***