Menanggapi desakan pembubaran ormas, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, bahwa tindakan premanisme harus dibedakan antara individu pelaku dan lembaga ormas itu sendiri.
“Pertama kita ini kan berbicara persoalan premanisme, kita bicara premanismenya, bukan kelembagaannya,” ujarnya melalui unggahan media sosial, Rabu (23/4/2025).
Menurut Dedi, tidak adil untuk memberikan sanksi kelembagaan kepada sebuah ormas jika pelanggaran hukum dilakukan oleh individu.
Ia mencontohkan, ketika seorang pegawai dinas melakukan pelanggaran hukum, dinas tersebut tidak serta merta dibubarkan.
“Pertama, kan tindakan itu sifatnya perorangan, bukan kelembagaan. Karena tindakan itu adalah sifatnya perorangan, maka hukumnya menjadi hukum perorangan, bukan hukum kelembagaan,” lanjutnya.
Ia menambahkan, selama tindakan melawan hukum dilakukan secara individu, maka tanggung jawab hukum juga bersifat individual.
“Tidak berarti dinasnya dibubarkan, kita bicara itu dulu, kecuali dinas itu sudah menyatakan diri, kan itu berbeda.”
Dedi menyatakan bahwa pendekatan persuasif menjadi solusi yang akan ditempuh Pemprov Jawa Barat.
Ormas-ormas akan diajak berdialog mengenai tujuan awal pendirian mereka dan diarahkan kembali ke misi sosial yang konstruktif.
“Ya ke depannya paling diajak bicara, semua kelembagaan. Tujuannya ormas itu kan mengkonsolidasi dan mengorganisir orang untuk memiliki tujuan dan visi yang sama. Pasti tujuan dan visinya baik, di AD/ART-nya juga baik,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pembinaan dan pengawasan dari dalam tubuh ormas itu sendiri.
Menurut Dedi, pimpinan ormas bertanggung jawab untuk menindak tegas anggota yang terlibat premanisme.
“Kalau anggota-anggotanya dinilai melakukan aksi premanisme, atau mengatasnamakan lembaganya, melakukan tindakan-tindakan melawan hukum, maka pimpinan organisasinya harus segera melakukan pemberhentian, pemecatan dan pembekuan kelembagaan,” jelasnya.
Sumber : Kompas