Alih-alih akan menjadi kebanggaan masyarakat Kota Pangkal Perjuangan, The New Landmark atau bangunan ikon baru Kabupaten Karawang – Jawa Barat, tugu The Window justru malah mendapatkan banyak cibiran.
10 M di Purwakarta bisa jadi air mancur sribaduga min…
Kemarin baru lewat sini, perasaan warna pink nya pias banget kaya kepanasan gitu dekil gak seterang di video ini…
The window : jendela berlubang. Maksudnya awas jalan Karawang banyak yang berlubang…
Ewh alus alus na akh kos kaleng sarden kitu…
Mending dibikin tugu biawak bisa dibikin sekecamatan…
Mirip kaleng krupuk…
Tidak ada estetik2 nya cuma bangunan persegi panjang. Menyala anggaran…
Itulah sekelumit komentar cibiran warga di postingan instagram @halokrw mengenai keberadaan tugu The Window di Interchange Karawang Barat, yang dinilai sama sekali tidak mencerminkan ikon Karawang sebagai Kota Pangkap Perjuangan atapun Kota Lumbung Padi.
Meski sebelumnya DLHK Karawang mengklaim tugu The Window akan menjadi kebanggaan masyarakat Karawang, dengan alasan tugu ikon ini hanya ada 3 di dunia, yaitu di Paris, Dubai Frame dan terakhir di Karawang, tetapi pada kenyataanya justru banyak pemerhati pemerintahan Karawang mempertanyakan manfaat dari tugu The Window.
Banyak aktivis atau pemerhati Karawang menilai jika mega proyek The Window hanya sarat kepentingan anggaran pada zaman pemerintahan Bupati Cellica Nurrachadiana.
Seperti yang disampaikan aktivis Karawang atau Ketua Paguyuban Seniman Jawa Barat, Nace Permana yang menilai Landmark The Window sama sekali tidak mencerminkan ciri khas Karawang.
Bahkan kata Nace, masyarakat awam mengatakan tugu itu mirip sarang burung, bahkan gerbang masuk ke dunia lain.
“Terlepas dari penilaian masyarakat, saya sendiri menilai filosofi tugu itu sulit dimengerti. Dari perspektif seni pun tidak bisa dipahami,” kata Nace, dilansir dari Pikiran Rakyat, Jumat (16/5/2025).
Padahal kata Nace, sebelumnya Pemkab Karawang membuka pintu dialog dengan masyarakat untuk mendirikan tugu, banyak ikon-ikon Karawang yang bisa diimplementasikan menjadi tugu. Misalnya, Tugu Padi, Jaipongan, Gendang, atau ornamen industri karena Karawang juga dikenal sebagai daerah industri.
Bahkan, lanjut Nace, Karawang memiliki ikon Bedog Lubuk yang kini menjadi logo Pemkab berjuluk Lumbung Padi tersebut. Ikon itu telah diaplikasikan oleh para seniman dengan membuat bedog Lubuk berukuran raksasa.
“Jika pihak Pemkab mau menjadikan golok itu dijadikan tugu, kami akan lepaskan dengan lapang dada,” kata Nace.
Sehingga menurut Nace, Tugu Jendela yang terpasang di gerbang masuk ke Kota Karawang itu tidak mencerminkan nilai-nilai Kekarawangan.
“Kalau ikonnya saja sulit dipahami, apalagi isinya? Arah pembangunan Karawang terhambat dari ikon tersebut, tidak jelas,” kata Nace dengan nada keras.
Itulah sekelumit cibiran atau kritikan terhadap tugu The Window Karawang yang menghabiskan anggaran Rp 7,8 miliar. Bagaimana dengan pendapat anda?. Silahkan tulis di kolom komentar.***