Mahasiswa Penggugat Presidential Threshold Berharap Capres Kedepan Lebih Beragam

JAKARTA | OPINIPLUS.COM | – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan petitum perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang berhasil menghapuskan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.

Petitum ini diajukan empat orang mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, serta Tsalis Khoirul Fatna.

Para pemohon gugatan menilai jika presidential threshold membatasi pilihan calon pemimpin yang tersedia.

“Kami merasa bahwa pemimpin yang sekarang ditawarkan itu hanyalah tokoh yang itu-itu saja,” kata salah seorang pemohon, Tsalis Khoirul Fatna, dilansir dari berbagai sumber, Jumat (3/1/2025).

Berita Lainnya  Indonesia-Turkiye Harus Jadi Kekuatan Positif Dunia Islam

Dengan dikabulkannya gugatan ini, Fatna berharap pemilihan presiden mendatang akan menawarkan nama-nama calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam.

Ia ingin ada tokoh baru yang datang dengan pendekatan dan perspektif yang baru.

“Saya pribadi punya mimpi, suatu saat nanti ada capres cawapres perempuan, tidak hanya Ibu Megawati saja. Tapi ada capres cawapres perempuan yang akan diangkat. Kemudian mengangkat isu-isu domestik, tidak hanya isu-isu publik saja,” katanya.

Berita Lainnya  Dedi Mulyadi Kebanyakan Cari Sensasi Ketimbang Solusi

Menurut Fatna, adanya presidential threshold membuat politik seakan-akan terasa eksklusif dan hanya menjadi mainan dari beberapa elite politik.

Konsolidasi politik dijadikan alasan untuk dapat melakukan kesepakatan-kesepakatan politik dibalik layar yang tidak dibaca oleh publik.

Ia berharap, ajang pilpres ke depan bisa lebih inklusif untuk bisa diikuti oleh berbagai golongan. Dan selama ini harapan itu terganjal dengan adanya syarat presidential threshold sebesar 20 persen.

“Suatu saat nanti mungkin ada capres cawapres dari Buddha, dari teman-teman dari non-Muslim, atau bahkan teman-teman dari timur (Indonesia),” harapnya.

Berita Lainnya  Indonesia-Turkiye Harus Jadi Kekuatan Positif Dunia Islam

Sementara dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menilai syarat presidential threshold berapa pun besaran persentasenya pada dasarnya bertentangan dengan Pasal 6A ayat 2 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Menurut MK, adanya ketentuan ini justru dapat membatasi kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi. (DBS)

Bagikan Artikel>>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *