Rabu, Oktober 22, 2025
spot_img

Eksekusi Mati TKW Susanti Ditunda, RHD Dorong Pemerintah Lebih Aktif Lakukan Upaya Diplomasi

Anggota DPRD Jawa Barat sekaligus Ketua DPC PKB Karawang, Rahmat Hidayat Djati (RHD) mengapresiasi penundaan eksekusi mati terhadap Susanti binti Mahfudz- TKW atau pekerja migran asal Karawang yang semula dijadwalkan pada 9 April 2025 di Arab Saudi.

Meski memberi sedikit napas lega, ia menegaskan bahwa jeda ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah.

“Penundaan ini bukan pengampunan. Ini hanya memberi waktu. Maka pemerintah harus segera meningkatkan upaya diplomatik yang lebih agresif, terstruktur, dan penuh keberanian,” ujar Rahmat dalam keterangannya, usai berkunjung ke kediaman orangtua Susanti di Desa Cikarang Kecamatan Cilamaya Wetan-Karawang, Sabtu (12/4/2025).

Menurutnya, kasus Susanti menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia, terutama yang menghadapi ancaman hukuman mati.

Ia menyoroti banyaknya kejanggalan, termasuk usia Susanti yang saat itu masih remaja, belum menguasai bahasa setempat, dan menghadapi proses hukum tanpa pendampingan yang layak.

Berita Lainnya  RDTR Tak Kunjung Disahkan, Tata Ruang Karawang 'Semrawut'

Lebih lanjut, Rahmat menyoroti praktik diyat atau uang ganti rugi yang nilainya melonjak drastis hingga Rp 40 miliar. Padahal dalam syariat Islam, diyat setara dengan 100 ekor unta atau sekitar 400 ribu Riyal.

Ia menilai lonjakan ini merupakan dampak dari kebijakan sebelumnya yang membuka ruang komersialisasi nyawa WNI di luar negeri.

“Ini bukan soal uang, ini soal martabat. Jika terus dibiarkan, kita seolah menyetujui tarifisasi nyawa pekerja migran,” tegasnya.

Ia juga menyesalkan ketimpangan dalam praktik diplomasi. Menurutnya, ketika warga negara asing divonis mati di Indonesia, mereka seringkali berhasil dipulangkan lewat lobi diplomatik negaranya.

“Kenapa ketika WNA bisa dipulangkan, kita justru menggalang donasi dan berharap belas kasihan keluarga korban?” kata Rahmat.

Sebagai solusi jangka panjang, ia mendesak pemerintah untuk menyusun perjanjian bilateral dengan negara penempatan pekerja migran, khususnya Arab Saudi, yang mencakup nota diplomatik wajib jika WNI terlibat kasus hukum berat.

Berita Lainnya  Prabowo Intruksikan Cak Imin Cek Semua Struktur Bangunan Ponpes

“Negara tak boleh hanya hadir saat darurat. Harus ada sistem perlindungan permanen. Susanti bukan kasus terakhir, dan negara tak boleh mengulang kelalaian yang sama,” tutupnya.

Sebelumnya dilansir dari Radar Karawang, Susanti berangkat ke Riyadh, Arab Saudi, untuk menjadi TKW pada Januari 2009 melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) PT Antara Indosadia yang beralamat di Jakarta.

Namun, Susanti dituduh telah membunuh anak majikannya hingga meninggal dunia. Dia pun terancam hukuman mati di Riyadh.

“Kami keluarga di Karawang sangat khawatir atas munculnya kabar Susanti yang mendapat ancaman hukuman mati. Apalagi, saat ini anak saya itu dikabarkan sedang ditahan pihak kepolisian Riyadh,” kata orang tua Susanti, Mahfudin, di Karawang pada 2 Januari 2012.

Susanti binti Mahpud divonis hukuman mati pengadilan di Riyadh, Arab Saudi, pada 20 April 2011, setelah dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan anak majikannya.

Berita Lainnya  Hubungan Prabowo-Jokowi Rumit Lantaran Gibran

Kejelasan nasib Susanti itu didasarkan surat bernomor 00061/WN/01/2012/65, perihal Penanganan Kasus TKI Terancam Hukuman Mati di Arab Saudi atas nama Susanti binti Mahpud, yang disampaikan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia tertanggal 6 Januari 2012 kepada keluarga Susanti, di Karawang.

Dalam surat itu disebutkan, sejak 21 November 2009, Susanti sudah ditahan Polisi Dawadmi setelah dituduh membunuh anak majikannya yang bernama Khalid bin Obaid Al Otaibi (13).

Selanjutnya pada 20 April 2011, Susanti divonis hukuman mati secara “had”. Bukan hukuman mati secara “qishas” karena pembunuhannya dilakukan secara diam-diam, dari belakang.

Susanti berangkat ke Riyadh, Arab Saudi, untuk menjadi TKW pada 2008 melalui PJTKI PT Antar Indosadya yang beralamat di Jakarta.***

 

Catatan Redaksi: Artikel ini ditayangkan secara otomatis. Validitas dan isi sepenuhnya tanggung jawab redaksi opiniplus.com dan dapat mengalami pembaruan..
Bagikan Artikel>>

Berita Lainnya

#Tag Populer

Top News

Prabowo Naikan Gaji Hakim sampai 280%, Supaya Tidak Bisa ‘Dibeli’

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menginginkan agar hakim menjadi sosok yang tidak bisa dibeli oleh siapapun. Oleh karena itu, ia mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan...

Jawa Barat Jadi Jalur Strategis Distribusi Rokok Ilegal, Cirebon dan Purwakarta Paling Banyak Peredarrannya

JAKARTA - Bea Cukai Jawa Barat mengingatkan ancaman hukuman terkait peredaran rokok ilegal. Bukan cuma produsen dan penjual, pemakai rokok ilegal pun terancam pidana. "Sesuai...

Cek Duit Mengendap Rp 4,17 Triliun, Dedi Mulyadi Sambangi BI dan Kemendagri

JAKARTA  - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi akan menyambangi Bank Indonesia (BI) seusai menyampaikan paparan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hari ini. Dedi mengaku...

Judicial Review SK Bupati Soal 620% Kenaikan Pajak ke MA ‘Salah Kamar’

KARAWANG – Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (PUSTAKA) menilai langkah hukum judicial review atau menggugat Surat Keputusan (SK) Bupati Karawang Nomor : 973/Kep.502-Huk/2021 tentang...

KBC Pelototi Efisiensi Anggaran Pemkab Karawang, Awas Jadi SiLPA!

KARAWANG - Karawang Budgeting Control (KBC) menyoroti langkah Pemkab Karawang yang melakukan pemangkasan berbagai kegiatan dengan alasan efisiensi anggaran menjelang akhir tahun 2025. Padahal,...

Peristiwa

Puluhan Siswa Purwakarta Keracunan Usai Santap Nasi Kotak di Acara Parade Drumband

PURWAKARTA - Suasana Puskesmas Maniis, Kabupaten Purwakarta, tampak penuh sesak pada Senin (20/10/2025) sore. ‎ ‎Pantauan Tribunjabar.id di lokasi, puluhan pelajar laki-laki dan perempuan terbaring di...

CAPTURE

Berita Pilihan

Pemerintahan

Kriminal

Pendidikan

- Advertisement -spot_img

INDEKS

HUKUM

KONTROVERSI