KARAWANG – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat adalah kebijakan strategis untuk mendukung tumbuh kembang anak bangsa serta menekan angka stunting. Namun dalam praktik di lapangan, muncul berbagai persoalan serius yang tidak boleh diabaikan, terutama terkait kualitas makanan, pola distribusi, dan akuntabilitas penyelenggaraan.
Permasalahan di lapangan banyak pendor dadakan dan kuota semu, banyak dapur penyedia makanan muncul secara dadakan hanya untuk mengejar kuota proyek, tanpa standar kelayakan dan tanggung jawab jangka panjang.
Akibatnya, mutu makanan tidak sejalan dengan prinsip gizi seimbang yang menjadi tujuan utama program. Selain itu bahan makanan asal-asalan.
Pengadaan bahan makanan kerap tidak melalui proses seleksi yang ketat. Demi mengejar keuntungan, bahan yang digunakan sering kali tidak segar, bahkan tidak layak konsumsi.
Dalam persoalan lain adalah pendistribusian tidak tepat sasaran. Makanan yang ditimbun berjam-jam sebelum didistribusikan menimbulkan risiko besar, termasuk kejadian keracunan massal pada siswa di beberapa daerah. Ini jelas bertolak belakang dengan semangat program yang ingin melahirkan generasi sehat dan cerdas.
Maka dengan itu, Karawang Budgeting Control (KBC) mendorong agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan menerapkan sistem dapur melekat di sekolah dengan prinsip berikut ;
1. Integrasi Penuh dengan Sekolah
Setiap sekolah memiliki dapur sendiri yang dikelola langsung di lingkungan sekolah, bukan oleh pendor eksternal dadakan.
2. Standarisasi Nasional
Pemerintah harus menetapkan standar gizi, higienitas, dan proses masak yang seragam, dengan pengawasan dari pihak sekolah, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, serta komite sekolah, pengawasan kolektif
Guru, komite sekolah, dan orang tua dapat dilibatkan untuk memastikan kualitas makanan sesuai dengan standar gizi.
3. Dampak Ganda Ekonomi Lokal
Dengan dapur melekat, bahan makanan bisa dipasok langsung dari petani lokal, nelayan, dan UMKM sekitar sekolah. Hal ini tidak hanya menjamin kesegaran bahan, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar.
KBC menilai, program makan gratis tidak boleh sekadar menjadi proyek politik atau seremonial, melainkan harus menjadi investasi jangka panjang untuk kualitas generasi bangsa. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh atas kejadian.
Keracunan dan rendahnya kualitas makanan audit sistem distribusi yang rawan penyalahgunaan, maka penerapan pilot project “Satu Sekolah Satu Dapur” disetiap daerah sebagai model percontohan.
KBC menegaskan, program MBG adalah gagasan mulia yang harus diselamatkan dengan tata kelola yang transparan, profesional, dan berpihak pada anak-anak sebagai penerima manfaat utama.
Satu Sekolah Satu Dapur adalah solusi konkret yang tidak hanya menjamin kesehatan siswa, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat di tingkat lokal.
Ditulis :
Ricky Mulyana
Direktur Eksekutif KBC