PAKAR hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri peran dari para pelakuĀ korupsi kuota hajiĀ 2024. Alasannya, penelurusan itu agar lembaga antirasuah bisa menggunakan pasal suap dalam kasus ini.
“Ada mungkin yang bisa disasar dengan pasal suap, ada yang bisa disasar dengan pasal kerugian keuangan negara,” kata Herdiansyah saat dihubungi Sabtu, 11 Oktober 2025.
Menurut Herdiansyah, penggunaan pasal kerugian negara masih belum cukup untuk menjerat para pelaku korupsi kuota haji. Sebab, kata dia, permasalahan ini terdapat skema jual beli kuota haji tambahan dari Kementerian Agama kepada ratusan biro haji.
“Kalau kemudian hanya bertumpu pada pasal kerugian keuangan negara artinya kita abai dengan pasal suap itu, padahal ini menyangkut dengan jual beli atau transaksi kuota impor haji,” ujar dia.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan sebelumnya bahwa lembaganya tidak akan menggunakan pasal suap dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. KPK menyidik kasus ini dengan menggunakan pasal tentang kerugian negara.
Menurut Asep, dalam upaya penyidikan kasus korupsi kuota haji, pihaknya ingin ada perbaikan sistem. Jika menggunakan pasal suap hanya berhenti pada pembuktian praktik kongkalikong jual-beli kuota. “Suap itu lebih mudah,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 1 Oktober 2025.
Asep mengatakan, pembuktian unsur suap hanya berhenti pada adanya pertemuan keinginan atauĀ meeting of mind, antara pemberi suap dengan si penerima suap. “Keinginannya kemudian diwujudkan dan ada pertukaran sejumlah uang atau benda atau apapun itu. Hanya sampai di situ,” kata Asep.
Sementara jika menggunakan pasal kerugian negara, Asep mengatakan, kasus korupsi kuota haji ini bisa menjadi titik tolak perbaikan sistem pembagian kuota. “Selain melihat siapa yang bersalah dalam hal ini, siapa yang kemudian membagi kuota ini yang seharusnya 92 persen, 8 persen, dibagi menjadi 50 persen, 50 persen. Seperti itu,” kata Asep.
“Jadi ada sistem yang memang harus diperbaiki. Seperti itu keuntungannya menggunakan Pasal 2, Pasal 3,ā katanya.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa uang korupsi kuota haji 2024 bergulir di setiap tingkatan di Kementerian Agama. Lembaga antirasuah mengatakan bahwa segelintir pegawai hingga pemimpin tertinggi di lembaga agama itu menikmati jatah keuntungan dari pembagian kuota haji khusus. “Kami ketahui setiap tingkatan ini, setiap orang, mendapat bagiannya sendiri-sendiri,” kata Asep.
Fulus itu, kata Asep, berasal dari biro perjalanan haji yang mendapat kuota haji khusus. Setiap agen, menurut dia, mendapat kuota beragam. “Mungkin kalau biro yang besar dapat kuotanya lebih besar. Kalau biro yang kecil, ya, kebagian 10 atau dibuat 10. Jadi sesuai dengan biro,” ucapnya.
Pembagian kuota itu tak gratis. Menurut Asep, setiap biro perjalanan harus membayar US$ 2.700-7.000 atau sekitar Rp 42-115 juta untuk mendapat satu kursi. Meski demikian, Asep belum membuka nama-nama penerima ataupun pemberi uang tersebut.
Asep memastikan bahwa uang itu mengalir melalui sejumlah perantara seperti kerabat atau staf ahli yang ada di Kementerian Agama. “Jadi tidakĀ directlyĀ dari agen travel itu ke pucuk pimpinan di Kemenag,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia kala itu mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu yang merupakan hasil diplomasi presiden Jokowi dengan Kerajaan Arab Saudi.
Seharusnya,Ā kuota hajiĀ tambahan itu dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, Kementerian Agama justru membaginya sama rata, yaitu 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
KPK menduga skema ini menguntungkan segelintir pihak, termasuk biro penyelenggara ibadah haji. Mereka yang mampu membayar lebih, menurut Asep, bisa langsung memberangkatkan jemaahnya tanpa harus menunggu antrean panjang seperti calon jemaah reguler.
“Memang ada pembagiannya, berapa yang dibagikan, jadi nanti dijual berapa, berapa yang harus dikasih ke oknum di Kemenag,” kata Asep saat dikonfirmasi pada Ahad, 21 September 2025.***
Sumber : Tempo