BANDUNG – Masih ingatkah dulu, tepatnya pada 15 Maret 2025, ketika Gubernur Jawa Barat (Jabar), Kang Dedi Mulyadi (KDM) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 37/HUB.O2/KESRA tentang Penertiban Jalan Umum dari Pungutan/Sumbangan Masyarakat di Wilayah Provinsi Jawa Barat.
Surat Edaran ini berisi larangan terhadap segala bentuk penggalangan dana di jalan umum, termasuk ‘ngencleng’ atau meminta sumbangan untuk pembangunan masjid. Alasannya, karena ngencleng di jalan mengganggu ketertiban dan mengancam keselamatan lalu lintas.
Kebijakan KDM ini kembali menjadi perbincangan hangat di masyarakat, menyusul adanya kebijakan baru tentang gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang mengajak masyarakat, ASN hingga pelajar untuk menyisihkan Rp 1.000 per hari.
Kebijakan baru KDM yang menuai kontroversi ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA. Yaitu dimana program ini diarahkan untuk membantu kebutuhan darurat warga kurang mampu di bidang pendidikan dan kesehatan.
Sebagian publik menilai kebijakan baru KDM ini paradoks dengan kebijakan sebelumnya. Padahal tanpa adanya Surat Edara dari KDM pun, gerakan ngencleng di jalan untuk pembangunan masjid maupun ngencleng untuk membantu warga yang kesulitan ekonomi sudah menjadi tradisi lama sebagian masyarakat Jawa Barat sejak dulu.
Tetapi tentu tradisi ngencleng ini tidak bisa diterapkan di seluruh lapisan masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat di wilayah perkotaan.
Namun kabar teranyar akhirnya masyarakat mengatahui alasan munculnya kebijakan gerakan Rereorangan Sapoe Sarebu atau donasi Rp 1.000 per hari. Kebijakan ini muncul akibat KDM yang mulai kewalahan menanggapi terlalu banyaknya warga yang berdatangan ke Lembur Pakuan-Subang untuk meminta ‘bantuan receh’ ke KDM.
KDM Sebut Gerakan Poe Ibu Hanya Istilah Baru yang Dibuatnya
Melalui video di akun instagram pribadinya, KDM menyebut jika gerakan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) hanya istilah baru yang dibuatnya. Karena sebenarnya gerakan sosial ini sudah lama dilakukan sebagian warga Jabar sejak lama.
Ada warga yang menamakannya sebagai gerakan Beas Perelek, Beas Jimpitan, serta berbagai istilah lainnya seperti yang terjadi di Kota Tasikmalaya di Kelurahan Selaawi.
Atas gerakan sosial di Tasikmalaya ini, KDM menegaskan masyarakat tidak perlu menambah donasinya menjadi Rp 2.000/hari karena alasan adanya kebijakan gubernur.
“Tetap saja sapoe sarebu dan tidak perlu diganti istilah nama. Apapun istilah yang terjadi di masyarakat, silahkan terus laksanakan. Apa yang saya sampaikan hari ini untuk mengingatkan bagi mereka yang belum melaksanakan,” tutur KDM, Selasa (7/10/2025).
Gerakan Poe Ibu Tidak Ada Kaitan dengan Uang Gubernur
Melalui penjelasan video ini, KDM menegaskan bahwa gerakan Poe Ibu tidak ada kaitannya dengan operasional dirinya. Terlebih ketika ada yang menafsirkan dana Sapoe Sarebu dikumpulkan di gubernur.
“Tidak ada loh. Saya tidak meminta mengumpulkan uang dikumpulkan di gubenur. Iurannya dilakukan di RT, RW, kelurahan, serta kelompok masyarakat lain, di kelompok arisan, mangga silahkan,” terang KDM.
“Yang penting intinya mari kita sama-sama membantu saudara-saudara kita seperti yang membutuhkan seragam sekolah. Tapi nanti juga pemprov nyiapin buat itu. Tapi kalau bisa dibantu oleh warga kan jauh lebih baik,” timpalnya.
Kedua, KDM menegaskan bahwa gerakan Poe Ibu untuk membantu warga yang membutuhkan biaya ongkos ke rumah sakit.
“Mari kita bantu sodara-sodara kita di rumah sakit. Berobatnya sudah pake BPJS atau ditanggung pemerintah, tapi gak punya ongkos untuk bolak-balik Kemotrapi ke Jakarta dan Bandung, seperti kemarin orang Kuningan yang operasi jantung yang tidak terkaper oleh BPJS. Nah, seperti itu,” katanya.
Pengelolaan Iuran Poe Ibu Harus Transparan
KDM menegaskan bahwa ia tidak mempermasalahkan bagi masyarakat yang tidak setuju dengan gerakan Poe Ibu.
“Dan bagi mereka yang keberatan tidak ada masalah. Saya mengajak orang berbuat kepada orang lain untuk berbuat kebaikan,” katanya.
Namun yang lebih penting, KDM menginginkan iuran Poe Ibu dilakukan secara transparan. “Saya inginkan pengelolaan keuangannya sampaikan kepada publik secara terbuka,” pintanya.
“Uang masuknya sekian, digunakan sekian, sisanya sekian, bisa diposting di media sosial atau di akun-akun atau situs yang dimiliki di lingkungan kerja atau lingkungan masyarakatnya masing-masing,” tutup KDM.***
Ket foto : KDM saat menghadapi ratusan warga yang datang dan meminta bantuan ke Pos Pengaduan Lembur Pakuan.