KARAWANG – Rabu (25/6/2025), Karawang Budgeting Control (KBC) mengirimkan surat nota keberatan kepada Kejaksaan Negeri Karawang, terkait penanganan dugaan korupsi PD Petrogas Persada Karawang – Jawa Barat.
Nota keberatan yang disampaikan bukan soal penetapan Plt Dirut Petrogas Giovanni Bintang Raharjo sebagai tersangka. Melainkan soal penyitaan deviden kas Petrogas Rp 101 miliar yang sempat dipamerkan Kejaksaan dalam konferensi pers.
KBC menilai penyitaan kas deviden Petrogas Rp 101 miliar disinyalir sebagai bentuk Abuse of Power. Meski Kejaksaan Karawang beralasan penyitaan kas Petrogas tersebut sebagai bagian dari langkah pengumpulan alat bukti dugaan korupsi Petrogas.
“Kami mendesak Kajari Syaifullah mundur dari jabatannya, karena disinyalir telah melakukan langkah Abuse of Power. Penyitaan kas Petrogas jelas sebagai bentuk tindakan yang melampaui batas kewenangan yuridis, bertentangan dengan prinsip tata kelola keuangan negara dan merugikan kepentingan fiskal daerah,” tutur Direktur KBC Ricky Mulyana, kepada Opiniplus.com.
Melalui suratnya ke Kejaksaan, KBC berpendapat jika Participating Interest (PI) 10% adalah mekanisme hukum yang wajib ditawarkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kepada BUMD di wilayah penghasil migas.
Dana yang dihasilkan dari (PI) 10% bersifat legal dan diperoleh melalui kontrak bisnis yang sah antara BUMD (Petrogas) dengan KKKS, serta telah masuk dalam laporan keuangan perusahaan dan disahkan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Status Deviden Adalah Aset Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, BUMD merupakan entitas dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan demikian dana yang dikelola oleh Petrogas Persada bukanlah bagian dari keuangan negara secara langsung. Melainkan merupakan kekayaan yang tunduk pada rezim hukum perdata korporasi, kecuali dalam hal dana tersebut terbukti sebagai hasil tindak pidana.
“Persoalannya, penyitaan terhadap seluruh saldo kas Petrogas di rekening Bank BJB merupakan bagian dari akumulasi deviden (PI) 10%. Seharusnya Kejaksaan fokus pada penelusuran dana dugaan kerugian negara Rp 7,1 miliar lebih yang telah dicairkan tersangka tanpa proses RUPS dan audit. Kenapa yang disita adalah keseluruhan dana (kas Petrogas) yang mencapai Rp 101 miliar lebih?. Kenapa Kejaksaan tidak melakukan pembatasan atau pemisahan objek yang relevan secara langsung dengan dugaan tindak pidana,” tanya Ricky.
Berdasarkan Pasal 49 KUJHAP, sambung Ricky, penyitaan hanya sah dilakukan terhadap ; a). Benda yang digunakan atau hasil tindak pidana, b). Benda yang dipergunakan untuk menghalangi penyidikan, serta c). Benda lain yang secara langsung berkaitan dengan tindak pidana.
Dan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 442 K/Pid. Sus/2015 menegaskan bahwa penyitaan terhadap seluruh aset lembaga negara atau BUMD tanpa memilah bagian yang berkaitan langsung dengan tindak pidana adalah bentuk Ultra Petita- tindakan hukum yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad).
Dampak Penyitaan Deviden Kas Petrogas Rp 101 Miliar
Ricky menjelaskan, dampak penyitaan deviden kas Petrogas Persada Rp 101 miliar lebih oleh Kejaksaan Karawang, maka akan berimplikasi kepada operasional BUMD terhenti, termasuk kewajiban kepada pihak ketiga, pajak dan gaji pegawai.
Kemudian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari deviden tidak bisa dicairkan sehingga menimbulkan defisit fiskal. Terakhir, menimbulkan ketidak pastian hukum bagi investasi dan kredibilitas tata kelola BUMD Karawang.
Oleh karenanya, sambung Ricky, KBC mendesak kejaksaan untuk ; 1). Melakukan peninjauan ulang terhadap penyitaan dana dengan pendekatan selektif dan berbasis tracing dana yang terkait langsung dengan dugaan tindak pidana. 2). Melibatkan BPK, BPKP, atau auditor independen dalam proses klarifikasi dan validasi sumber dana.
3). Mengembalikan defiden yang sah secara hukum ke rekening BUMD, agar perusahaan dapat berfungsi normal demi kepentingan publik. 4). Menjamin pemisahan rezim hukum antara tanggungjawab personal pejabat dengan status hukum kelembagaan BUMD sebagai wujud prinsip Corporate Governence. 5). Mendorong pelibatan DPRD dan Ombudsman RI untuk mengawal penegakan hukum yang tetap,menjungjung tinggi asas perlindungan kepentingan publik.
“Kami tidak menolak penegakkan hukum. Tapi kami menolak tindakan hukum yang tidak proporsional. BUMD adalah instrumen pembangunan daerah, bukan sekedar objek rekresif hukum pidana. Dan Petrogas Persada adalah hak rakyat Karawang yang harus dilindungi negara, bukan dirampas tanpa dasar yang kuat,” tutup Ricky, sesuai bunyi surat nota keberatan KBC yang disampaikan ke Kejaksaan Negeri Karawang.***