JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menerapkan kebijakan efisiensi atau pemblokiran anggaran seperti yang biasa dilakukan di era Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati. Ia menilai konsep efisiensi yang identik dengan pemangkasan pagu kementerian/lembaga adalah kesalahpahaman.
“Coba define menurut anda efisiensi itu apa? (Mengurangi anggaran K/L) bukan efisiensi. Itu motong anggaran,” tegas Purbaya di kantornya, Selasa (7/10).
Purbaya menjelaskan, yang dimaksud efisiensi bukanlah menahan atau memangkas anggaran, melainkan memastikan dana yang sudah dialokasikan benar-benar digunakan sesuai peruntukan, tepat waktu, dan bebas dari korupsi. Ia menolak anggapan bahwa gaya kepemimpinannya di Kementerian Keuangan akan berubah menjadi lebih ketat terhadap belanja.
“Kalau efisiensi adalah yang ada dipastikan dibelanjakan sesuai dengan peruntukannya dan tepat waktu dan gak dikorupsi. Kira-kira itu. Jadi saya bukan spending free. Saya enggak mengubah anggaran kan? Dan anggarannya jangan sampai mengganggu sistem,” ujar dia.
Menurut Purbaya, langkah yang kini ditempuh pemerintah lebih menitikberatkan pada manajemen kas (cash management) yang efisien. Ia memastikan tidak ada perubahan terhadap struktur anggaran, melainkan hanya pengaturan ulang posisi dana agar tidak mengendap dan menimbulkan beban bunga.
“Saya pindahin uang mengubah anggaran enggak? Enggak. Uangnya masih punya perintah tapi tempatnya beda,” katanya.
Ia menilai, dana yang menganggur justru membebani APBN karena pemerintah tetap harus membayar bunga utang atas uang tersebut.
“Saya bayar sekarang 6 persen (bunga utang). Setiap Rp 100 triliun nganggur, saya bayar berapa? Bayar Rp 6 triliun kan? Rugi saya. Kalau nganggur Rp 400 triliun, 4 kali 6, Rp 24 triliun. Saya bayar bunga untuk uang yang nggak dipakai,” jelas Purbaya.
Purbaya juga memastikan tidak akan ada kebijakan pemblokiran atau pembintangan anggaran tahun depan. Menurutnya, cara lama tersebut justru menghambat realisasi belanja dan menimbulkan ketidakpastian bagi K/L.
“Enggak. Nanti kalau nggak mampu, coret aja sekalian. Enggak usah bintang-bintangan,” tegasnya.
Efisiensi Ala Sri Mulyani: Pangkas Belanja Barang dan Modal
Sikap Purbaya tersebut berbanding terbalik dengan kebijakan efisiensi yang diberlakukan Sri Mulyani pada 2025. Saat itu, Sri Mulyani menerbitkan aturan khusus mengenai pemangkasan anggaran melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam Pasal 3 beleid tersebut, dijelaskan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan besaran efisiensi anggaran masing-masing K/L berdasarkan persentase tertentu dari setiap jenis belanja. Jenis belanja yang dapat diefisiensi mencakup belanja barang, belanja modal, dan/atau jenis belanja lainnya sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
“Jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi belanja barang, belanja modal, dan/atau jenis belanja lainnya sesuai arahan Presiden,” demikian tertulis dalam aturan tersebut.
Adapun daftar belanja yang masuk dalam kategori efisiensi pada masa Sri Mulyani antara lain:
Alat tulis kantor
Kegiatan seremonial
Rapat, seminar, dan sejenisnya
Kajian dan analisis
Diklat dan bimtek
Honor output kegiatan dan jasa profesi
Percetakan dan souvenir
Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
Lisensi aplikasi
Jasa konsultan
Bantuan pemerintah
Pemeliharaan dan perawatan
Perjalanan dinas
Peralatan dan mesin
Infrastruktur
Sri Mulyani juga sempat menyebut akan melakukan efisiensi pada APBN 2026. Menurutnya, efisiensi perlu dilakukan seiring evaluasi terhadap pelaksanaan APBN 2025.
“Kita masih akan perlu memonitor ya, berbagai langkah-langkah efisiensi. Dan dari hati-hati tersebut tentu nanti penyusunan APBN 2026 akan menggunakan sebuah evaluasi tahun ini,” kata Sri Mulyani usai menghadiri rapat paripurna DPR RI, Pada 20 Mei 2025.***
Artikel ini telah tayang di Kumparan.com : https://kumparan.com/kumparanbisnis/purbaya-tolak-konsep-efisiensi-anggaran-ala-sri-mulyani-2600sf0qEsQ/full