Dugaan korupsi atau pemotongan dana aspirasi Anggota DPR RI atau dana PIP (Program Indonesia Pintar) tengah menjadi sorotan di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Karawang – Jawa Barat.
Salah satunya dugaan korupsi atau pemotongan dana PIP di SMPN 1 Kutawaluya. Yaitu dimana 141 siswanya tak menerima dana PIP yang sudah digelontorkan salah seorang anggota DPR RI sejak tahun 2020, karena diduga ‘dicaplok’ mantan kepala sekolah.
Dikabarkan, SMPN 1 Kutawaluya telah menerima dua kali bantuan aspirasi dana PIP, yaitu pada tahun 2020 dan 2021, dengan kisaran penerima Rp 300 ribu hingga Rp 750 ribu persiswa, dengan total bantuan sekitar Rp 211 juta.
Namun tidak ada satu pun siswa SMPN 1 Kutawaluya yang menerima bantuan dana PIP tersebut. Karena diduga ‘dicaplok’ mantan kepala sekolahnya berinisial ‘OR’.
Saat dikonfirmasi Plt Kepsek SMPN 1 Kutawaluya, H. Asma, yang bersangkutan OR langsung mengembalikan uang Rp 40 juta ke rekening dana PIP siswa.
Modus Operandi Sang Kepsek
Saat tahun 2020 terjadi Covid-19, yaitu dimana semua siswa SMPN 1 Kutawaluya belajar di rumah (daring). Saat itu buku rekening, ATM dan PIN siswa dikelola pihak sekolah, dengan alasan pencairan dana PIP akan diambil secara kolektiif oleh pihak sekolah. Dan modus serupa juga terjadi saat pencairan dana PIP di tahun 2021.
Atas persoalan ini, Praktisi Hukum, Alex Safri Winando SH.MH tengah bersiap melaporkan dugaan korupsi dana PIP di SMPN 1 Kutawaluya ke Kejaksaan Negeri Karawang.
Berdasarkan UU tindak pidana korupsi Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2021, Alex Safri juga menilai ada unsur ‘penggelapan’ yang sesuai dengan 372 KUHP di dalam persoalan ini.
“Meskipun kepsek sudah mengembalikan Rp 40 juta, tapi tidak serta merta menghilangkan dugaan perbuatan tindak pidananya,” tutur Alex Safri, Rabu (12/2/2025).
“Kami akan melaporkan ini ke Kejaksaan Negeri Karawang. Karena ada 141 siswa yang dirugikan, tidak menerima bantuan dana PIP,” katanya.
“Satu sisi negara telah membantu untuk meringankan beban para orang tua siswa dalam hal biaya pendidikan. Tapi di sisi lain masih banyak oknum yang memanfaatkannya untuk mencari keuntungan pribadi (korupsi, red),” tutupnya.***